Senin, 19 Januari 2009

Nuansa sekolah yang menyenangkan

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang harus dilalui bagi setiap anak usia sekolah. Namun, melihat kenyataan ini, ternyata tak semua anak mengalami rasa gembira saat berangkat ke sekolah maupun saat berada di lingkungan sekolah. kenapa dan bagaimana sikap ini bisa muncul. karena nuansa sekolah yang ia masuki tidak menyenangkan. sebagai contoh, di suatu sekolah terdapat anak yang malas berangkat sekolah hingga orang tua-nya dipusingkan dengan sikap anaknya ini. pandangan orang tua itu mungkin karena bobot materi pelajaran di sekolah terlalu berat, sehingga harus keluar masuk dan berpindah-pindah dari sekolah satu ke sekolah lainnya. walau demikian tetapi sang anak tadi tetap tidak mau sekolah. bukannya sang anak itu bodoh, tapi karena nuansa nya saja yang ia tidak sukai. Melihat kenyataan itu, bagi Anda pengelola sekolah hendaknya mampu membuat terobosan agar iklim di sekolah Anda dapat menyenangkan siswa. Hal itu dapat di tempuh dengan berbagai cara....bersambung.

Selasa, 13 Januari 2009

Kapankah pelajaran Bahasa Inggris untuk anak tepat diajarkan

Saat ini belajar bahasa ingris sudah barang tentu merupakan keharusan bagi kita yang hidup dizaman modern ini. namun, pertanyaannya sejak kapan sebaiknya bahasa inggris itu tepat diajarkan, khususnya bagi anak. Di sekolah dasar (SD), mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam, bahasa asing ini ada. jika tidak menguasai maka menjadi nilai yang mengkhawatirkan terhadap kenaikan kelas nanti. Dari sini, penulis setuju dengan penerapan pengajaran bahasa asing itu dimulai dari sejak dini dengan asumsi mereka masih mempunyai daya hapal yang kuat. namun, bagaimana dengan anak kelas satu SD yang belum bisa baca tulis menerima pelajaran ini. Cari di kamus, jelas ga bisa baca aja susah. tanya kepada orang tua, tak semua orang tua juga mampu berbahasa inggris. Menanggapi hal itu, sebaiknya para guru perlu meninjau kembali bobot materi yang akan diajarkan itu, disesuaikan dengan kemampuan siswa. karena jika bahasa inggris menjadi kendala bagi anak untuk naik kelas, kasihan juga anak. toh, mereka juga mempunyai keahlian lain selain bahasa itu.

Selasa, 06 Januari 2009

Cita-cita dalam perspektif anak

Pada suatu hari penulis pernah berkunjung ke sekolah Taman Kanak-kanak. Pada hari itu kebetulan hari pertama masuk sekolah. Wajarah kalau di hari pertama itu biasanya digunakan sebagai perkenalan antar guru dengan murid dan atara sesama siswa. Tak sengaja penulis mendengar seorang guru bertanya kepada muridnya sebagai sarana perkenalan sekaligus memberikan motivasi belajar. Pertanyaan itu sebagai berikut: "Guru", Anak-anak besok jika besar mau menjadi apa? dan siswapun menjawab dengan nada yang berbeda-beda. Ada yang menjawab menjadi dokter, polisi, pilot, dan guru. Namun, ada satu siswa yang menjawab ingin menjadi murid. sang guru bertanya kenapa ingin menjadi murid. Kata anak itu," saya lebih seneng mendengarkan ceria dari bercerita. Dari sekilas cerita itu, penulis kemudian berfikir sejenak. Apa yang Sebenarnya yang terlintas dalam pikiran anak saat menyampaikan cita-cita itu. Penulis yakin, yang berkata ingin jadi dokter itu belum tentu benar-benar berminat jadi dokter, dst. karena yang disampaikan anak itu hanyalah pantulan dari keseharian yang pernah anak lihat terhadap orang dewasa saja. jika pada suatu hari anak melihat begitu gagahnya polisi, maka saat itupula ia ingin menjadi polisi. jika anak pernah melihat kerennya seorang dokter, maka pikiran mereka ya dokter pilihan masa depanya. sehingga dari sini dapat kita ambil simpulan bahwa anak selelu mencari figur yang dapat di agungkan. dan figur yang di agungkan itu sering berubah sesuai kondisi dan situasi yang mengitarinya. Sedangkan siswa yang memilih jadi murid, karena ia terinspirasi dengan rasa kepekaan dirinya yang tinggi untuk memperhatikan orang lain. sehingga enggan untuk menjadi aktor, tapi lebih suka menjadi pemerhati. satu prinsip akhir bahwa apa yang ada dalam fikiran anak akan berkembang sering dengan pertumbuhan fisik dan psikisnya. oleh karena itu, sebagai orang tua dan guru, janganlah menyalahkan atau menertawakan anak dalam memilih cita-citanya.

Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Posisi PAUD: sebagai lembaga pendidikan formal pertama, keberadaan PAUD sangat mutlak diperlukan guna membantu mengembangkan potensi dan psikis anak. Untuk itu peran, fungsi, dan eksistensi PAUD harus selalu ditingkatkan mengingat di era kemajuan teknologi ini tantangan dan hambatan dalam mendidik anak semakin kompleks.

Salah satu penyebab turunnya moral seseorang (anak seusia TK) bukan hanya karena kurang optimalnya pendidikan agama/pendidikan moral yang didapat oleh anak. Akan tetapi karena belum sinerginya antara tujuan pendidikan di sekolah dengan pendidikan informal (keluarga) maupun non formal (masyarakat). Sebagai contoh: di sekolah anak-anak tiap hari diajari untuk berdoa dan cuci tangan sebelum makan, namun ketika di rumah belum tentu semua orang tua membiasakan hal ini. Sehingga apa yang telah diajarkan di sekolah itu menjadi terputus. Pendidikan yang terputus inilah yang menyebabkan perilaku anak condong untuk mengurangi kebiasaan/pelajaran yang didapat di sekolah.

Secara umum, faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman moral anak usia dini (AUD) di sekolah ialah:

Faktor Pendukung: Anak dari keluarga yang harmonis, komunikasi antara guru dan orang tua terbangun, lengkapnya fasilitas sekolah, kompetensi guru yang aktif, kreatif dan inovatif, dan lain sebagainya.

Faktor Penghambat: salah satu faktor yang memperlambat penanaman moral pada anak ialah guru kurang kreatif, fasilitas kurang, anak dari keluarga yang broken home, dan lain-lain.

Mengingat perkembangan anak adalah rasa ingin tahunya tinggi, maka sikap guru/orang tua dalam menyikapi permasalahan anak ialah memberikan penjelasan yang edukatif bukan pematahan terhadap rasa keingintahuan itu. Sebab jika penjelasan guru/orang tua kurang memuaskan anak, maka anak akan cenderung mencari sumber informasi lain yang belum tentu tingkat kebenarannya terjamin. Selain penjelasan itu, guru juga harus aktif mengkomunikasikan kepada orang tua tentang arti pentingnya mendampingi anak saat melihat televisi.

Tawaran setiap sekolah dalam menjaring calon siswa secara umum tertuang dalam visi dan misi sekolah. Oleh karena itu, ketika para orang tua akan mendaftarkan anaknya ke lembaga sekolah, biasanya akan mencari sekolah yang visi misinya bagus, proses belajar mengajar yang representatif, guru yang professional, fasilitas lengkap, dan juga jaminan perilaku keagamaan yang baik. Beberapa faktor inilah yang biasanya dilakukan lembaga pendidikan dalam menarik simpati calon siswa baru.